Uncategorized

Analisis Hukum Telematika Terhadap Pelanggaran Hak Cipta dan Penggunaan Data Pribadi dalam Dunia Digital: Kasus Penggunaan Foto Anak pada Aplikasi Freepik untuk Iklan dan Kemasan Produk Tanpa Izin

Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang fotografi dan pemanfaatan karya melalui media digital. Namun, kemajuan tersebut tidak selalu diikuti dengan pemahaman yang memadai terkait dengan hak-hak hukum yang terkait dengan penggunaan karya di dunia maya.

 Salah satu contoh kasus yang menarik untuk dibahas adalah masalah yang dihadapi oleh seorang ibu bernama X terkait dengan penggunaan foto anaknya, dalam iklan berbagai perusahaan tanpa izin yang jelas. Dalam hal ini, fotografi dan penggunaan data pribadi dalam dunia digital menjadi isu yang relevan untuk dikaji dari perspektif hukum telematik. Fakta Kasus pada sekitar tahun 2023, seorang fotografer yang bekerja di studio SM melakukan pemotretan terhadap anak Bu x. Fotografer meminta izin kepada Bu X untuk menggunakan foto anaknya dalam portofolio profesionalnya, dengan tujuan memasang foto-foto tersebut di internet sebagai bagian dari promosi jasa fotografi.

Bu X memberikan izin untuk penggunaan foto, namun tidak mendapatkan penjelasan rinci mengenai hal tersebut, termasuk mengenai penggunaan tanda tangan digital dan data pribadi lainnya.Selain itu, fotografer juga meminta foto tanda tangan digital Bu X yang kemudian diunggah ke internet. Karena kurangnya pemahaman Bu X tentang internet dan risiko yang dapat timbul, ia memberikan tanda tangan digital tersebut kepada fotografer. Setelah beberapa waktu, Bu X diberitahukan bahwa foto anaknya digunakan untuk berbagai iklan tanpa ada pemberitahuan lebih lanjut atau izin yang jelas mengenai hal tersebut. Permasalahan hukum kasus ini mencakup berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengan hak cipta, perlindungan data pribadi, dan pemanfaatan media digital.

Beberapa permasalahan hukum yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini antara lain:

1. Hak cipta atas foto apakah penggunaan foto anak dalam iklan-iklan oleh berbagai perusahaan tanpa persetujuan atau kontrak yang jelas melanggar hak cipta? Foto yang dihasilkan oleh seorang fotografer adalah karya cipta yang dilindungi oleh hukum hak cipta, dimana hak untuk menggunakannya harus berdasarkan izin yang jelas dari pemilik hak atas foto tersebut, dalam hal ini Bu X sebagai orang tua.

2. Perlindungan data pribadi dan tanda tangan digital penggunaan tanda tangan digital dan data pribadi lainnya dalam dunia digital memerlukan persetujuan eksplisit dari pemilik data. Dalam hal ini, Bu X memberikan tanda tangan digital tanpa pemahaman penuh tentang konsekuensi hukum yang terkait dengan penggunannya. Hal ini membuka pertanyaan tentang apakah telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) terkait penggunaan data pribadi tanpa persetujuan yang sah.

3. Transparansi dan kewajiban fotografer dalam memberikan informasi. Fotografer tidak memberikan informasi yang jelas kepada Bu X mengenai bagaimana foto Anaknya digunakan, dan tidak menginformasikan penawaran-penawaran penggunaan foto tersebut. Hal ini dapat dilihat sebagai kelalaian dalam memberikan transparansi kepada pemilik karya dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap etika profesi fotografer dan kewajiban kontraktualnya.

Analisis Hukum

1. Pelaksanaan hak cipta dan penggunaan foto dalam hukum Indonesia, hak cipta diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. Sebagai orang tua, Bu X memiliki hak moral atas foto anaknya, meskipun foto tersebut diambil oleh fotografer. Menurut ketentuan tersebut, penggunaan foto anak dalam iklan harus didasarkan pada izin yang jelas dan eksplisit dari pemilik hak cipta dan atau orang tua, serta harus ada kesepakatan terkait dengan kompensasi dan tujuan penggunaan foto tersebut. Foto Anak yang digunakan dalam iklan tanpa izin lebih lanjut dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak cipta dan hak moral Bu X sebagai orang tua.

2. Pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) mengatur bahwa setiap penggunaan data pribadi harus mendapatkan persetujuan yang jelas dan terinformasi dari individu yang datanya akan diproses. Dalam kasus ini, Bu X tidak diberikan penjelasan yang memadai mengenai bagaimana data pribadi (termasuk foto dan tanda tangan digital) akan digunakan. Oleh karena itu, penggunaan tanda tangan digital dan data pribadi anak dalam dunia digital tanpa persetujuan eksplisit dapat dianggap melanggar prinsip perlindungan data pribadi yang diatur dalam UU PDP.

3. Kewajiban fotografer dalam memberikan transparansi. Fotografer, sebagai pihak yang memotret dan menyebarkan foto anak, memiliki kewajiban untuk memberi penjelasan yang jelas kepada Bu X mengenai penggunaan foto anaknya. Fotografer juga berkewajiban untuk mengikuti kesepakatan awal tentang penggunaan foto tersebut, dan memberitahukan perkembangan dari penawaran yang diterimanya, serta memperoleh izin lebih lanjut dari Bu X terkait pemanfaatan foto dalam iklan atau promosi. Kelalaian Fotograper dalam hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan etika profesional.

Analisis Hukum

1. Hak Cipta dan Perlindungan Hak Anak

 a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta (UU Hak Cipta): Secara umum, hak cipta atas suatu foto dimiliki oleh fotografer, tetapi penggunaan foto anak harus memperhatikan hak moral dan hak pribadi objek foto

 b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak): Penggunaan foto anak untuk tujuan komersial tanpa persetujuan orang tua dapat dianggap melanggar hak anak dan dapat dikenakan sanksi.

2. Pelanggaran Hak Pribadi

 a. Pasal 26 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Menggunakan foto seseorang tanpa izin untuk tujuan komersial adalah pelanggaran hak pribadi, di mana ibu sebagai wali sah memiliki hak melindungi privasi dan hak anak.

 b. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): Setiap tindakan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian harus diganti oleh pihak yang bersalah.

3. Perlindungan Hak Anak

 a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Perlindungan Anak: Pasal 59A menyatakan bahwa perlindungan khusus terhadap anak termasuk mencegah eksploitasi anak dalam bentuk apapun, termasuk penggunaan foto tanpa persetujuan.

b. Pasal 76I UU Perlindungan Anak: Melarang eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak; demikian juga penggunaan foto anak dalam iklan tanpa izin dapat dianggap sebagai eksploitasi.

4. Regulasi Penyiaran

 a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran: Pasal 46 mengatur bahwa konten siaran tidak boleh merugikan atau mengeksploitasi anak.

b. Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012: Penyelenggara siaran wajib memastikan konten yang melibatkan anak tidak merugikan hak mereka. Iklan tanpa izin dapat dianggap melanggar etika.

5. Penggunaan dan Pengendalian Internet

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Menyebutkan bahwa penggunaan foto anak harus berdasarkan persetujuan dari orang tua atau wali.

b. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016: Memerlukan persetujuan eksplisit dari subjek data atau wali sah sebelum data pribadi dapat digunakan untuk tujuan komersial

Kesimpulan

Kasus ini mengilustrasikan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang hak-hak hukum yang terkait dengan karya yang digunakan di dunia maya, terutama terkait dengan hak cipta dan perlindungan data pribadi. Dalam konteks ini, fotografer tidak hanya telah melanggar hak cipta, tetapi juga tidak menjalankan kewajiban transparansi yang seharusnya diberikankepada Bu X sebagai orang tua anak. Oleh karena itu, penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam industri fotografi dan media digital untuk memahami dengan baik kewajiban hukum mereka terkait penggunaan karya dan data pribadi, serta memastikan bahwa persetujuan yang diberikan oleh pemilik hak dilakukan dengan pemahaman penuh tentang konsekuensinya. Dalam kasus ini, jelas bahwa terdapat pelanggaran hukum terkait hak cipta dan hak perlindungan anak. Penggunaan foto anak untuk kepentingan komersial tanpa izin orang tua merupakan suatu tindakan yang melanggar ketentuan hukum yang ada. Para pihak yang terlibat, baik fotografer maupun pemilik aplikasi, harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembalikan hak anak serta membebaskan foto tersebut dari penggunaan yang tidak sah.

Rekomendasi yang dapat diberikan adalah pentingnya pembuatan perjanjian tertulis yang jelas antara fotografer dan subjek foto mengenai hak penggunaan foto, serta perlunya pemahaman lebih lanjut tentang perlindungan data pribadi dalam dunia digital sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Nuryanti Sila Magistra Amd.Ak 41033300221078

Siti Nurhasanah 41033300221088

Dosen: Dewi Asri Puannandini, S.H.,M.H

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *