Perlindungan Data Pribadi dalam Hukum Telematika, “Tantangan dan Solusi di Era Digital”
ABSTRAK
Dalam era digital yang semakin canggih perlindungan data pribadi menjadi masalah yang utama, dengan semakin tingginya risiko kebocoran data dan penyalahgunaan Informasi. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP telah disahkan oleh Indonesia sebagai landasan hukum, akan tetapi dalam implementasinya masih menghadapi banyak tantangan, seperti lemahnya dalam menegakkan hukum, rendahnya kesadaran masyarakat, dan perkembangan teknologi yang kompleks. Selain itu, teknologi seperti Big Data dan AI meningkatkan kerentanan mengenai privasi individu. Oleh sebab itu, solusi kolaboratif sangat diperlukan yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar meningkatnya kesadaran, regulasi menjadi lebih kuat, dan mengembangkan teknologi perlindungan data. Hukum telematika memiliki peran yang strategis dalam usaha menciptakan ekosistem digital yang aman dan melindungu hak privasi setiap individu.
Kata Kunci: Perlindungan Data Pribadi, Kebocoran Data, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi
ABSTRACT
In the digital era, personal data protection has become a very important issue, considering the increasing risk of data leakage and misuse of information. The Personal Data Protection Law or PDP Law has been passed by Indonesia as a legal basis, but its implementation still faces many challenges, such as weak law enforcement, low public awareness, and complex technological developments. In addition, technologies such as Big Data and AI are increasing vulnerabilities regarding individual privacy. Therefore, collaborative solutions are needed involving the government, private sector, and society to increase awareness, strengthen regulations, and develop data protection technologies. Telematics law has a strategic role to play in creating a safe digital ecosystem and protecting the privacy rights of individuals.
Keywords: Personal Data Protection, Data Leakage, Personal Data Protection Law
PENDAHULUAN
Menggunakan teknologi informasi sudah menjadi dari bagian kehidupan seperti yang terjadi di era digital kini. Hal ini sudah mengubah cara kita untuk berinteraksi, bekomunikasi, dan bekerja, karena internet sudah berkembang dengan pesat dan semakin canggihnya perangkat digital. Namun, dapat meningkatnya resiko dari kebocoran data dan penyalah gunaan data. Kesadaran pengguna tehadap pentingnya perlindungan data pribadi perlu ditingkatkan karena akhir-akhir ini sudah banyak kasus-kasus pencurian indentitas serta peretasan. Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan keamanan perlindungan data pribadi ialah membuat RUU PDP atau Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, yang menegaskan bahwa semakin kuat dan jelasnya kerangka hukum agar data pribadi warga Indonesia aman.
Kurangnya edukasi menyebabkan banyak masyarakat yang tidak paham tentang pentingnya melindungi data pribadi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab besarnya resiko kebocoran data, seperti membuat kata yang yang tidak kuat atau lemah, membagi informasi pribadi di media sosial tanpa memikirkan dampaknya, dan kurangnya edukasi mengenai setting privasi pada suatu aplikasi. Oleh sebab itu, pemahaman masyarakat tentang perlindungan data pribadi perlu ditingkatkan lebih lanjut. Pemerintah harus melakukan banyak Langkah dalam melindungi data pribadi, yaitu disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Akan tetapi, penerapan serta kesadaran masyarakat mengenai undang-undang ini harus ditingkatkan lagi. Perlindungan data pribadi bukan hanya tugas pemerintah, akan tetapi masyarakat juga harus ikut andil.
Tantangan dalam era digital mengenai perlindungan data pribadi mencakup banyak aspek seperti keamanan data, kurangnya kesadaran pengguna (user), dan pemanfaatan teknologi seperti big data dan AI yang bisa mengancam privasi pada seseorang. Dengan banyaknya tantangan adapula solusi hukum yang efektif untuk diterapkan, dengan penguatan regulasi dan penegakan hukum, meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak privasi, memanfaatkan teknologi untuk keamanan data, dan kerja sama antara perusahaan swasta dengan pemerintah, dan akademisi agar terciptanya perlindungan data yang lebih baik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan membahan berbagai tantangan yang dihadapi dalam perlindungan data pribadi di era digital, termasuk ancaman keamanan, kurangnya kesadaran pengguna, dan kompleksitas regulasi yang ada . Dengan mengusulkan solusi berbasis hukum telematika.
TINJAUAN TEORITIS
Definisi dan Konsep Dasar
Data pribadi adalah informasi yang bisa didapatkan secara langsung atau tidak langsung dan digunakan untuk menganalisis individu. Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), data pribadi dapat didefinisikan menjadi “data orang perseorangan yang terindentifikasi atau dapat diidentifikasi sendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik langsung maupun tidak langsung melalui system elektronik dan non-elektronik. Data pribadi juga sudah mencakup banyak jenis informasi, yaitu nama, alamat, nomor identitas, informasi kesehatan, dan data biometrik.
Dalam pengelolaan data pribadi, adanya hukum telematika untuk mengatur penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan hukum ini ialah melindungi hak-hak individu yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, dan pemrosesan data pribadi. Dengan situasi ini, hukum telematika mencakup prinsip, keamanan, keadilan, dan transparansi terkait pengolahan data. Ada pun landasan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi pada era saat ini, yaitu UU PDP di Indonesia.
Kerangka Hukum yang Ada
Undang-Undang Perlindungan Data pribadi atau UU PDP di Indonesia tahun 2022, merupakan Langkah yang sangat penting dalam perlindungan data pribadi. Data pribadi dalam UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi didefinisikan menjadi informasi yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi individu, baik secara tidak langsung atau langsung. Tujuan UU ini adalah melindungi semua data pribadi dalam proses pengolahan data, dan terjaminnya hak konstitusional subjek data pribadi.
Ada pun hak individu yang diberikan oleh UU PDP, yaitu hak meminta penghapusan, memperbaik, dan mengakses data pribadi mereka. Dengan tujuan agar tiap individu memiliki kontrol atas informasi pribadi mereka. Ada juga sanksi, denda, dan hukuman penjara yang telah ditetapkan oleh UU ini, yaitu bagi yang melanggar mengenai ketentuan perlindungan data pribadi. Dalam konteks ini Hukum Telematika memiliki peran penting karena mencakup regulasi yang mengatur penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan data pribadi. Ekspektasi publik dan sektor swasta dalam pengolahan data dengan adanya UU PDP menjadi lebih tranparan, akuntabel, dan mampu melindungi hak setiap individu di era digital.
Teori Privasi Dalam Era Digital
Pada era digitalisasi mengumpulkan data dalam jumlah yang besar, sering terjadi tanpa adanya persetujuan yang eksplisit dari setiap individu. Sehingga perusahaan dan pihak ketiga dapat menyalah gunakan data. Banyak pengguna atau user yang tidak sadah bahwa membagikan informasi pada sosial media dapat menjadi bencana yang disebabkan oleh oknum karena menyalah gunakan data. Kejahatan siber semakin meningkat akibat teknologi yang semakin canggih, seperti pencurian identitas, serta kebocoran data. Perusahaan-perusahaan besar sering kali terlibat dalam kasus kebocoran data, hal ini menandakan tantangan yang serius dalam perlindungan data pribadi. Setiap individu diharuskan lebih proaktif dalam menjaga data pribadi mereka.
Pasal 28G Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan jika setiap orang berhak perlindungan terhadap diri sendiri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda. Walaupun tidak menekankan mengenai hak privasi secara jelas, pasal ini menjelaskan jika perlindungan data pribadi sangatlah penting terhadap data pribadi sebagai bagian dari HAM atau Hak Asasi Manusia. Hak privasi juga menjadi elemen utama dalam menjaga integritas serta martabat individu di tengahnya perkembangan teknologi yang semakin pesat.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan penelitian hukum normatif melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum ini berfokus pada menganalisa konsep hukum, peraturan mengenai perlindungan data pribadi. Melakukan analisis mengenai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP dan peraturan-peraturan yang lain, seperti UU ITE dan melalukan perbandingan antara regulasi Indonesia dengan GDPR yaitu regulasi internasional. Dengan menggunakan desain kualitatif penelitian ini melakukan pengumpulan data melalui bahan hukum primer, seperti Undang-Undang, peraturan pemerintah, dan perjanjian internasional, serta menggunakan bahan hukum sekunder seperti jurnal, literatur hukum dan analisis pakar.
PEMBAHASAN
Ancaman Keamanan Data
Pada era digital masa yang semakin canggih dan kompleks, tentu saja akan selalu ada ancaman keamanan pada data pribadi, ada dua isu utama yang menjadi perhatian, yaitu kebocoran data oleh pihak ketiga dan serangan siber termasuk hacking dan ransomware. Kebocoran data terjadi saat data suatu organisasi yang sensitif dikelola oleh pihak ketiga atau mitra. Adapun contoh nyata pada kasus ini yang dialami oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo di Indonesia. Kasus ini terjadi karena lemahnya pada sistem keamanan yang digunakan oleh Kominfo ataupun pihak ketiga. Informasi pribadi seperti nama, tanggal lahir, nomor paspor telah bocor, hal ini dapat terjadinya pencurian indentitas.
Keamanan data memiliki ancaman yang serius seperti serangan siber, termasuk hacking dan ransomwere. Hacking memiliki tujuan dengan upaya yang tidak sah agar teraksesnya komputer agar bisa merusak dan mencuri data. Banyak hacker yang berusaha mengekploitasi kelemahan pada sistem keamanan supaya bisa masuk pada akses yang tidak sah. Seperti pada tahun 2020 adanya hacking pada platform e-commerce Tokopedia yang menyebabkan 91 juta akun pelanggan bocor. Kasus ini menunjukan bahwa keamanan sistem informasi tidak dilindungi dengan maksimal. Ransomware adalah jenis malware yang bekerja dengan mengenkripsi data serta minta tebusan pada korban untuk mengembalikannya. Seperti yang dihadapi oleh Toyota Financial Services yang telah mendapatkan serangan ransomware sehingga informasi sensitif para pelanggan menjadi bocor. Kasus ini tidak hanya menyebabkan kerugian pada keuangan perusahaan, berakibat dengan hilangnya kepercayaan dari para pelanggan.
Ketidaktahuan Pengguna Tentang Hak Privasi
Isu paling krusial pada era digital yang semakin canggih adalah privasi terhadap data pribadi yang dihadapi oleh banyak pihak seperti, individu, pemerintah, dan organisasi. Banyak individu yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dan platform media sosial sering kali membagikan informasi pribadi tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi. Jika ketidaktahuan pengguna tentang hak privasi terus terjadi hal ini berakibat pada pelanggaran data, dan tidak hanya itu kerugian finansial serta emosional yang siginifikan dapat dialami oleh para pengguna. Dalam kasus ini sangat penting agar terekplorasinya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam ketidaktahuan ini dan dampak terhadap masyarakat dan individu.
Beberapa negara sudah melakukan studi dan survey, termasuk Indonesia mengenai tingkat kesadaran pengguna terkait hak privasi, dan menunjukan hasil yang berbeda-beda. Paw Research Center melakukan penelitian dengan hasil yang menunjukan jika Sebagian besar para responden mengganggap hak privasi merupakan hal yang penting, dan hanya sedikit dari responden yang paham tentang perlindungan data pribadi. Contohnya banyak pengguna yang tidak tahu jika mereka mempunyai hak untuk menghapus data pribadi dalam platform tertentu atau untuk menolak jika data mereka digunakan untuk pemasaran.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap pengguna tentang privasi data, yang pertama adalah Pendidikan, para pengguna yang berlatar belakang tinggi lebih cenderung paham terkait pentingnya menjaga data pribadi. Mereka lebih berpotensi untuk mencari informasi mengenai hak privasi mereka dan memahami istilah yang sering muncul pada dokumen tersebut. Yang kedua Usia, karena generasi Z besar dalam lingkungan yang serba digital, mereka memiliki kesadaran yang jauh lebih tinggi mengenai isu privasi dibandingkan dengan generasi milenial. Terkadang generasi Z kurang berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi mereka, karena terlena oleh teknologi yang semakin canggih. Yang ketiga Pengalaman teknologi, para pengguna yang memiliki pengalaman lebih dulu terhadap penggunaan teknologi lebih cenderung peduli terhadap menyebarkan data pribadi. Karena pelanggaran privasi sudah biasa ditelinga mereka, hal ini menjadikan mereka semakin waspada. Yang terakhir Sosialisasi dan lingkungan, hal ini juga memiliki peran yang penting dalam terbentuknya kesadaran pengguna. Adanya diskusi dengan keluarga atau teman sebaya terkait isu-isu privasi dapat meningkatnya pemahaman individu terkait pentingnya menjaga data pribadi.
Tingginya angka pelanggaran data pribadi disebabkan oleh ketidaktahuan para pengguna. Indonesia sendiri menduduki peringkat ketiga dalam kasus kebocoran data pribadi di dunia. Kebocoran pada data sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran pengguna tergadap pentingnya menjaga rahasia terkait informasi individu. Banyak pengguna yang tidak sadar membagikan informasi individu ke dalam platform sosial media, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi, seperti kasus phising atau social engineering Kerugian moril ataupun materil dapat terjadi karena pelanggaran privasi. Kerugian moril dapat berupa trauma yang berkepanjangan akibat penyebaran informasi individu tanpa izin, contohnya foto atau video yang sensitif.
Penggunaan Data Tanpa Izin oleh Ptalform Digital.
Penggunaan data tanpa izin oleh platform digital merupakan isu yang semakin mendesak dalam konteks perlindungan privasi di era informasi saat ini. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi dan platform digital, risiko penyalahgunaan data pribadi telah menjadi hal yang utama harus diperhatikan bagi individu, organisasi, dan pemerintah. Dalam pembahasan ini, kita akan menguraikan secara kompleks dan mendalam mengenai fenomena ini dengan merujuk pada berbagai sumber jurnal dan penelitian terpercaya.
Penggunaan data tanpa izin berarti mengakses, menggunakan, dan membagikan informasi pribadi individu tanpa adanya persetujuan dari pemilik data tersebut. Kasus ini seri ditemukan dalam platform digital contohnya sosial media, layanan online, dan aplikasi mobile. Di Negara Indonesia sudah ada ragulasi, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE dan UU PDP atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tentang pengunaan data pribadi. Pasal 26 UU ITE menegaskan jika menggunakan data pribadi individu harus didasarkan pertujuan oleh pemilik data. Namun, banyaknya pengguna yang tidak memahami terkait hak privasi data, seringa para pengguna sering kali memberikan izin tanpa sadar akan akibatnya.
Ada beberapa kasus yang sering dilaporkan terkait penyalah gunaan data pribadi. Yang pertama skimming, aktivitas yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab dengan cara menyalin data kartu ATM dan menarik dana secara illegal. Yang kedua pinjaman online, banyak kolektor yang menggunakan data pribadi untuk mengintimidasi para nasabah yang terlambat membayar. Yang ketiga jual beli data, adanya praktik ilegal yang menjual informasi data pribadi ke pihak ketiga dengan tujuan penipuan atau pemasaran. Maraknya kasus-kasus ini mengakibatkan kerugian pada individu, dan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital.
Adanya UU PDP agar terlindunginya hak privasi individu, namun dalam pengimplementasiannya masih banyak kerkurangan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat tidak peduli dan tidak sadar terkait hak-hak mereka menurut hukum, dan lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran data. Yang menyebabkan terciptanya celah bagi penyalahguna untuk mengambil keuntungan dari ketidaktahuan para pengguna. Meskipun sudah banyak kasus yang terjadi, tetapi tidak semua koran melaporkannya karena mereka kekurangan bukti atau khawatir terhadap stigma sosial. Dan proses hukum yang rumit, sehingga memakan banyak waktu untuk menuntut hak mereka.
Keamanan data pengguna merupakan tanggung jawab yang besar bagi platfom digital. Mereka wajib memastikan jika kebijakan terhadap privasi mereka sudah jelas dan transaparan, serta mengedukasi para pengguna terkait data mereka yang akan digunakan. Terkadang kebijakan ini ditulis oleh Bahasa hukum yang sulit dipahami oleh para pengguna yang awam. Sudah ada beberapa platform digital yang sudah mengambil Langkah yang proaktif agar perlindungan data pribadi meningkat. Seperti menggunakan teknologi enkripsi agar terlindunginya informasi yang sensitif, dan tersedianya opsi untuk para pengguna untuk mengatur pengaturan privasi.
Kompleksitas Regulasi
Dalam era digital perlindungan data pribadi merupaka isu yang penting, negara-negara telah mengembangkan regulasi yang berbeda-beda agar teraturnya pengumpulan, penggunaan serta penyimpanan data pribadi. Indonesia sendiri sudah mengesahkan UU PDP atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tahun 2022, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terkait data pribadi serta menetapkan tanggung jawab untuk pemilik data. Dalam UU PDP juga mengatur terbentuknya Lembaga khusus yang memiliki tanggung jawab dalam pengawasan data pribadi. Namun, masih terdapat kekhawatiran terkait independensi dari Lembaga tersebut. UU PDP juga sudah mencakup sanksi administratif serta pidana bagi para pelanggar, akan tetapi pengimplementasiannya masih kurang komprehensif jika dibandingkan dengan regulasi hukum di negara lain. Indonesia juga sudah mengakui hak-hak subjek data, namun dalam penerapan terhadap hak-hak masih dalam tahap pengembangan.
Di Uni Eropa ada salah satu regulasi yang paling ketat di dunia tentang perlindungan data pribadi, yaitu General Data Protection Regulation atau GDPR. Yang memberi kerangka hukum seragam pada seluruh negara anggota Uni Eropa, dengan menggunakan tekanan yang kuat untuk setiap hak individu serta kewajiban pengendali data. GDPR juga sudah ada otoritas pengawas independent yang telah ditetapkan, yang berwenang dalam proses penegakkan regulasi serta memberi sanksi yang berat untuk para pelanggar. Secara eksplisit GDPR juga telah mengatur hak-hak yang dapat dilupakan, dan individu dapat meminta penghapusan data pribadi dalam kondisi yang khusus.
Asia tenggara juga memiliki regulasi perlindungan data pribadi yang lebih dulu si tetapkan, seperti negara Malaysia dan Singapura. Malaysia memiliki regulasi PDPA atau The Personal Data Protection Act pada tahun 2010 yang menggunakan prinsip dari GDPR dan menetapkan ketentuan pada transfer data pribadi ke luar negeri yang berlaku jika ada jaminan perlindungan setara. Singapura juga menganut regulasi PDPA, yang tersedianya kerangka kerja yang komprehensif agar terlindunginya data pribadi, seperti hak akses serta koreksi informasi pribadi oleh individu. PDPC atau Otoritas Perlindungan Data Pribadi yang bertugas dalam memastikan menegakkan kepatuhan terhadap PDPA.
Walaupun dalam era digital, kesenjangan dapat terjadi antara perkembangan teknologi dan regulasi hukum. Seringkali regulasi yang ada tidak dapat mengimbangi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat, sehingga terjadinya banyak tantangan dalam perlindungan data pribadi. Kehadiran teknologi Big data, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), yang membuka kapasitas baru agar dapat menyimpan, mengumpulkan, dan menganalisis data dalam skala yang besar. Akan tetapi, adanya perkembangan ini tentu saja membawa risiko yang signifikan terkait perivasi individu dan keamanan data, adanya hal ini menjadi pemicu agar adanya pembaruan pada regulasi yang ada, sehingga tantangan dapat teratasi.
Di Indonesia telah ada UU PDP dengan upaya agar teraturnya perlindunga data pribadi, namu dalam pengimplementasiannya masih sakat kurang memadai, sehingga tidak adanya regulasi yang cukup agar tantangan dapat teratasi dengan baik. Indonesia perlu mengadopsi adopsi standar internasional seperti GDPR, yang telah dilakukan oleh Malaysia dan Singapura. Karena hingga saat ini, kerangka hukum yang ada di Indonesia bersifat fragmentaris dan tak menyeluruh, jadi tidak terjaminnya hak privasi warga negara dengan optimal. Dalam proses pengimpelemtasian regulasi terhadap perlindungan data pribadi di Indonesia terhambat karena kurang adanya kesadaran publik tentang hak pengguna mengenai data pribadi. Kurangnya penegakan hukum yang efektif menyebabkan adanya kebocoran data serta penyalahgunaan data pribadi menjadi hal yang biasa, sehingga timbungnya ancaman yang serius mengenai privasi individu.
Pemanfaatan Big Data dan AI
Pada hukum telematika pemanfaatan teknologi seperti Big Data, Artificial Intelligence atau AI dalam proses mengumpulkan data secara massif tanpa adanya transparansi bisa menyebakan tantangan yang cukup signifikan dalam perlindungan data. Walaupun pada era digital, teknologi ini memiliki banyak manfaat, yaitu dalam menefisiensikan operasional serta pengambilan keputusan agar lebih baik, dan dapat berpotensi dalam melanggar privasi setiap individu jika tidak dapat diatur dengan baik.
Big Data atau suatu kumpulan data yang memiliki kapasitas yang sangat besar dan kompleks sehingga sulit jika dikelola menggunakan metode tradisional. Dalam menganalisis dan mengolah data, sehingga memerlukan pengambilan keputusan yang efisien dan akurat, oleh karena itu, AI sangat berperan penting dalam hal ini. Karena teknologi yang semakin canggih AI dapat memproses jutaan data bahkan dalam hitungan yang singkat, sebelum ada AI hal ini dapat memakan waktu yang Panjang karena menggunakan metode manual. Oleh karena itu, suatu organisasi atau perusahaan perlu mengidentifikasi pola dan tren pada teknologi, agar tidak menggunakan analisis secara konvensional.
Kurangnya transparansi dalam proses pengumpulan data menjadi tantangan utama dalam pemanfaatan Big Data dan AI. Sumber seperti media sosial, perangkat IoT, dan transaksi online menjadi bahan dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh banyak perusahaan, dan sering tanpa adanya persetujuan dari pemilik data. Hal ini menyebabkan adanya kelemahan terhadap pelanggaran privasi. Adanya ketidaktransparan ini berpotensi adanya pelanggaran prinsip perlindungan data yang telah diatur oleh beberapa regulasi hukum seperti UU PDP di Indonesia dan GDPR di Uni Eropa.
Pemerintah dan sektor swasta menggunakan Big Data dengan keperluan untuk menganalisa prediktif yang bisa meningkatkan risiko terhadap penyalah gunaan data pribadi, jika tidak adanya kebijakan dan regulasi hukum yang jelas tentang perlindungan serta penggunaan data. Mengumpulkan data secara masif tanpa adanya transparansi dapat menjadi penyebab atas kurangnya kepercaaan publik terhadap perusahaan yang mengelola data tersebut. Big Data dan AI juga mengalami tantangan hukum yang mencakup dalam kebutuhan agar regulasi lebih berkembang sehingga ketat terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan data individu dan pengumpulan data.
Penguatan Regulasi dan Penegakkan Hukum
Menguatkan regulasi dan menegakkan hukum tentang perlindungan data individu di Indonesia menjadi hal yang penting agar tantangan yang muncul akiba transformasi digital yang sangat cepat dapat teratasi. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 terkait Perlindungan Dara Pribadi atau UU PDP, yang berupaya agar terciptanya kerangka hukum yang jelas dan komprehensif agar hak privasi individu terlindungi.
UU PDP harus mewajibkan para pengelola dapat agar mendapatkan persetujutan secara eksplisit dari mereka para pemilik data, sebelum mengumpulkan serta memproses data mereka. Agar memastikan jika setiap pengguna punya hak mengontrol atas informasi pribadi mereka. Tidak hanya itu, para pengguna juga mendapatkan hak agar dapat mengakses serta memperbaiki data yang dimiliki oleh para pihak ketiga, hingga para pengguna dapat mengecek keakuratan informasi yang beredar. Para pengelola data juga diwajibkan untuk memberitahukan segera para pengguna dan otoritas jika adanya kebocoran data, serta memberikan tranparansi dalam pengelolaan data.
Dalam menjamin efektivitas pengimplementasian UU PDP, diperlukan otoritas pengawas independent. Otoritas wajib memiliki wewenang dalam melakukan audit terhadap praktik pengolaan data oleh sektor swasta atau organisasi, serta memastikan para pelanggar mendapatkan sanksi. Otoritas juga harus menyediakan saluran untuk para pengguna agar dapat mengajukan pengaduan mengenai penyelewengan data atau pelanggaran privasi, dan memberikan solusi yang adil. Hongkong dan Singapura dapat menjadi model bagi Indonesia karena telah berhasil dalam mengimplentasi regulasi perlindungan data dengan efektifivitas tinggi.
Program sosialisasi harus diperluas dan tidak dapat diabaikan karena kesadaran masyarakat tentang perlindungan data pribadi sangat penting. Mengedukasi dan memberi pemahanan masyararat terkait hak-hak mereka tentang cara mengelola data pribadi sehingga bisa mengambil Langkah yang proaktif untuk melindungi privasi masyarakat. Tidak hanya masyarakat, perusahaan juga perlu adanya pelatihan terkait kepatuhan terhadap UU PDP dan menjalankan praktik yang terbaik saat mengelola data pribadi.
Bagi para pelanggar UU PDP dikenakan sanksi dengan tujuan untuk memberi efek yang jera, seperti sanksi administrative dan sanksi pidana yang perlu ditetapkan secara konsisten. Dalam sanksi administratif dikenakan kepada suatu perusahaan dan organisasi jika gagal dalam mematuhi peraturan dalam UU PDP, contohnya tidak mendapat izin dari pemilik data sebelum perusahaan meproses informati data pribadi para pengguna. Dan untuk sanksi pidana dikenakan kepada para individu yang telah melakukan penyalahgunaan data atau pencurian data.
Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus melakukan kolaborasi agar perlindungan data pribadi menjadi aman. Dalam mengembangkan standan keamanan yang jauh lebih baik dan menjalankan praktik yang baik dalam mengelola data diperlukan adanya kerja sama antara pemerintah dan perusahaan tekonologi. Dan untuk menangani insden kebocoran data yang efektif juga harus membangun mekanisme yang kolaboratif antara sektor publik dan swasta.
KESIMPULAN
Dalam era digital, semakin tinggi risiko kebocoran terhadap data, penyalahgunaan informasi dan kejahatan siber, oleh karena itu perlindungan data pribadi harus semakin didesak. Hal ini diperlukan kesadaran masyarakat terhadap hak privasi mereka dan tertuntutnya kerangka hukum yang kuat. Walaupun Indonesia sudah memiliki UU PDP atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang sudah menjadi landasan hukum dalam usaha melindungi data pribadi. Akan tetapi, dalam mengimplementasi regulasi UU PDP masih menjadi tantangan, karena kurangnya penegakan dalam hukum, kesadaran masyarakat yang minim, dan regulasi yang kompleks dalam menyesuaikan perkembangan teknologi.
Isu yang krusial dalam perlindungan data pribadi. seperti ancaman keamanan data, ketidaktahuan pengguna tentang hak privasi, dan pemanfaatan teknologi seperti Big Data dan AI. Menggunakan data tanpa adanya izin oleh platfom digital dan kurangnya pengawasan menyebabkan risiko pelanggaran privasi menjadi besar. Untuk mengatasi masalah ni diperlukan kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat, seperti penguatan regulasi yang berbasis standar Internasional contohnya GDPR, meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan edukasi tentang hak-hak privasi, mengembangkan teknologi keamanan data contohnya enkripsi dan sistem pengelolaan privasi yang transparan, serta adanya kolaborasi antara bidang publik dan swasta agar terciptanya perlindungan data yang lebih baik.
Hukum telematika memiliki peran yang sangat penting dalam pengaturan mengelola data pribadi, mempromosikan transparansi, dan memastikan keadilan berdiri tegak di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat. Hal ini mencakup pengawasan terhadap memanfaatkan teknologi seperti AI dan Big Data agar prinsip perlindungan data pribadi tetap selaras.
DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar, N. (2024). Darurat Kebocoran Data: Kebuntuan Regulasi Pemerintah. Development Policy and Management Review (DPMR), 85-100.
Nusantara, A. H. S., Umam, I. K., & Lubis, M. (2024). Jaminan Informasi dan Keamanan yang Lebih Baik: Studi Kasus BPJS Kesehatan. Nuansa Informatika, 18(2), 120-127.
Saputra, C. D. (2023). Aspek Hukum Telematika dalam Perlindungan Data Pribadi. Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan, 5(1), 54-74.
Saputra, D. F. (2023). Literasi Digital Untuk Perlindungan Data Pribadi. Jurnal Ilmu Kepolisian, 17(3).
Saly, J. N., & Sulthanah, L. T. (2023). Pelindungan Data Pribadi dalam Tindakan Doxing Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022. Jurnal Kewarganegaraan, 7(2), 1708-1713.
Situmeang, S. M. T. (2021). Penyalahgunaan data pribadi sebagai bentuk kejahatan sempurna dalam perspektif hukum siber. Sasi, 27(1), 38-52.
Suari, K. R. A., & Sarjana, I. M. (2023). Menjaga Privasi di Era Digital: Perlindungan Data Pribadi di Indonesia. Jurnal Analisis Hukum, 6(1), 132-142.
Puspitasari, D., Izzatusholekha, I., Haniandaresta, S. K., & Afif, D. (2023). Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Dalam Mengatasi Masalah Keamanan Data Penduduk. Journal Of Administrative And Social Science, 4(2), 195-205.
Wijaya, E. M. K. (2023). Tinjauan Hukum Pidana atas Hak Perlindungan Data Pribadi Korban Kecelakaan. Soepra Jurnal Hukum Kesehatan, 9(2), 289-305.
Wiraguna, S. A. (2024). Strategi Meningkatkan Kesadaran Hak Privasi Dalam Penggunaan Layanan Online Dalam Era Digital. Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum, 4(2), 266-278.
Oleh:
Taufik Hidayat
Exsa Erlangga Putra
Dosen Pengampu : Dewi Asri Puannandini, S.H., M.H.