Uncategorized

Politik Hukum Dalam Penegakan Hukum di Indonesia

(Legal Politics In Law Enforcement In Indonesia)

Abstrak

Hukum merupakan petunjuk dan tata aturan terkait dengan konsep hidup bermasyarakat dan akan selalu sesuai dengan keadaan kondisi masyarakat. Hukum adalah tuntutan untuk dapat memberikan keadilan, artinya hukum selalu dihadapkan kepada pertanyaan tentang apakah hukum dapat mewujudkan keadilan. Terkait dengan konseps hukum tersebut, maka politik hukum diartikan sebagai aktivitas yang menentukan pola dan cara membentuk hukum, mengawasi bekerjanya hukum, dan memperbarui hukum untuk tujuan Negara. Oleh sebab itu, hukum merupakan determinan atas politik, dan terkait pula dengan demokrasi dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Hukum dipandang dari sudut das sollen (keharusan), memandang bahwa hukum harus berpedoman pada hubungan antar anggota masyarakat. Sedangkan mereka yang memandang dari sudut das sein (kenyataan), para penganut empiris melihat bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh politik bukan saja dalam proses pembuatannya, tetapi juga dalam kenyataan-kenyataan empirisnya. Sehingga hukum dipengaruhi oleh politik dan bahkan hingga saat ini seringkali otonomi hukum di Indonesia di intervensi oleh politik, bukan hanya dalam hal pembuatannya, tetapi juga dalam penerapannya baik dalam hal penegakan hukum sekalipun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak berkembangnya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia dan eksistensi politik hukum dalam system penegakan hukum di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Yuridis normatif.

Kata Kunci: Hukum, Negara, Politik Hukum, Penegakan Hukum

Abstract

Law is a guide and rules related to the concept of social life and will always be in accordance with the conditions of society. Law is a demand to be able to provide justice, meaning that the law is always faced with the question of whether the law can bring about justice. In relation to the legal concept, legal politics is defined as an activity that determines the patterns and methods of shaping law, supervises the operation of the law, and reforms the law for the purposes of the State. Therefore, law is a determinant of politics, and is also related to democracy in the sense that political activities are regulated and must be subject to legal rules. From the point of view of das sollen (necessity), law views that law must be guided by the relationships between members of society. Whereas those who look from the point of view of das sein (reality), empiricists see that law is very much influenced by politics not only in the process of making it but also in its empirical realities. So that law is influenced by politics and even today, legal autonomy in Indonesia is often intervened by politics, not only in terms of its making, but also in its application both in terms of law enforcement. This study aims to determine the impact of the development of legal politics in the law enforcement system in Indonesia and the existence of legal politics in the law enforcement system in Indonesia. The method used in this research is normative juridical.

Keywords: Law, State, Political Law, Law Enforcement

A. Pendahuluan

Hukum akan dijadikan sebagai alat yang digunakan untuk mencapai tujuan Negara. Seperti yang diketahui bahwa hukum merupakan petunjuk dan tata aturan terkait dengan konsep hidup bermasyarakat dan akan selalu sesuai dengan keadaan kondisi masyarakat. Oleh karenanya idealnya hukum dibuat dengan mengutamakan adanya keadilan. Keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai- nilai keadilan itu sendiri. Pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.

Hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Salah satu perbincangan kritis mengenai hukum adalah tuntutan untuk dapat memberikan keadilan, artinya hukum selalu dihadapkan kepada pertanyaan tentang apakah hukum dapat mewujudkan keadilan.

Terkait dengan konsepsi hukum tersebut, maka politik hukum diartikan sebagai aktivitas yang menentukan pola dan cara membentuk hukum, mengawasi bekerjanya hukum, dan memperbarui hukum untuk tujuan Negara. Sebagaimana diungkapkan oleh Soedarto, politik

hukum sebagai kebijakan dari Negara melalui badan-badan Negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang dikandung dalam masyarakat.

Oleh sebab itu, hukum merupakan determinan atas politik, dan terkait pula dengan demokrasi dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur dan harus tunduk pada aturan- aturan hukum. Politik menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan baik legal maupun illegal. Dikatakan pula politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Sehingga dalam menafsirkan apakah hukum mempengaruhi politik ataukah politik mempengaruhi hukum. Ini tergantung dari sudut pandang yang digunakan oleh para pakar. Dimana, ada yang memandang dari sudut das sollen (keharusan), memandang bahwa hukum harus berpedoman pada hubungan antar anggota masyarakat. Sedangkan mereka yang memandang dari sudut das sein (kenyataan), para penganut empiris melihat bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh politik bukan saja dalam proses pembuatannya, tetapi juga dalam kenyataan- kenyataan empirisnya. Dengan demikian jawaban terhadap pertanyaan ini sangat relatif, tergantung dari perspektif mana seseorang melihatnya.

Sehingga hukum dipengaruhi oleh politik dan bahkan hingga saat ini seringkali otonomi hukum di Indonesia di intervensi oleh politik, bukan hanya dalam hal pembuatannya, tetapi juga dalam penerapannya baik dalam hal penegakan hukum sekalipun. Sri Soemantri pernah mengkonstatasi hubungan Antara hukum dan politik di Indonesia ibarat perjalanan lokomotif kereta api yang keluar dari relnya. Jika hukum diibaratkan rel dan politik diibaratkan lokomotifnya maka sering terlihat lokomotif itu keluar dari rel yang seharusnya dilalui. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan konsep hukum yang seharusnya terfokus pada keadilan dalam memainkan peran di masyarakat.

B.Permasalahan

1. Bagaimana dampak berkembangnya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia?

2. Bagaimana eksistensi politik hukum dalam system penegakan hukum di Indonesia?

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, metode ini pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masalah tertentu serta menganalisis hubungan antara masalah-masalah yang terkait. Pada pengumpulan dan analisis data untuk memberikan gambaran yang jelas tentang suatu fenomena. Menggunakan juga bahan hukum primer dan sekunder yang dimaksud dengan bahan hukum primer adalah undang-undang dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan judul penelitian. Bahan hukum sekunder yaitu pendapatan para ahli, hasil karya ilmiah para ahli, doktrin dan situs-situs internet yang relevan dengan judul penelitian ini. Data di atas dikumpulkan melalui penelusuran sumber data internet, penulis memfokuskan dalam konteks polituk hukum dalam penegakan hukum diindonesia.

 D. Pembahasan

1. Penegakan Hukum di Indonesia.

Sebagaimana pemikiran Hans Kelsen dalam The Pure Theory terkait dengan hubungan hukum dengan Negara sebagai berikut:

Lastly, a significant feature of Kelsen’s doctrine is that the state is viewed as a system of human behavior and an order of social compulsion. Law is likewise a normative ordering of human behavior backed by force, which makes the use of force a monopoly of the community. Moreover, a state is constituted by territory, independent government, population and ability to enter into relations with other states, and each of these requirements is legally determined. The inescapable conclusion is that state and law are identical. This is not to say that every legal order is automatically a state, eghighly decentralized orders like primitive communities, only relatively centralized legal orders are states. Kelsen further rejected any attempt to set the state apart from law or to say that law is the “will of the state”.

Jadi, menurut doktrin Kelsen bahwa Negara dipandang sebagai sistem perilaku manusia dan merupakan tatanan keharusan manusia. Hukum dipandang sebagai tatanan normatif dari perilaku manusia yang dengannya didukung oleh adanya kekuatan. Kemudian dengan kekuatan tersebut seseorang dapat melakukan monopoli terhadap komunitas lain. Oleh karena itu, Negara tersusun atas pemerintah yang bebas, penduduk, dan adanya kemampuan untuk melakukan interaksi dengan Negara lain. Kelsen menolak upaya apapun untuk memusnahkan Negara dari hukum atau bahkan hukum yang merupakan “kemauan Negara”.

Penegakan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah enforcement. Menurut Black law dictionary diartikan the act of putting something such as a law into effect, the execution of a law. Sedangkan penegak hukum (law enforcement officer) artinya adalah those whose duty it is to preserve the peace. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegak adalah yang mendirikan, menegakkan. Penegak hukum adalah yang menegakkan hukum, dalam arti sempit hanya berarti polisi dan jaksa yang kemudian diperluas sehingga mencakup pula hakim, pengacara dan lembaga pemasyarakatan. memberi arti penegakan hukum adalah perhatian dan penggarapan, baik perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in potentie).

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran ide dan cita hukum yang memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran kedalam bentuk-bentuk konkrit, dalam mewujudkannya membutuhkan suatu organisasi seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai unsur klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara, dengan kata lain bahwa penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial yaitu keadilan. Secara konsepsional, maka inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan. Ruang lingkup penegakkan hukum sebenarnya sangat luas sekali, karena mencakup hal-hal yang langsung dan tidak langsung terhadap orang yang terjun dalam bidang penegakkan hukum. Penegakkan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement,juga meliputi peace maintenance. Adapun orang-orang yang terlibat dalam masalah penegakkan hukum di Indonesia ini adalah diantaranya polisi, hakim, kejaksaan, pengacara dan pemasyarakatan atau penjara.

Tercermin dalam pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum, karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan baik yang dilakukan oleh beberapa oknum penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagai mana mestinya. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan oleh penegak hukum itu sendiri yang tidak sesuai dan merupakan contoh buruk dan dapat menurunkan citra. Selain itu teladan baik, integritas dan moralitas aparat penegak hukum mutlak harus baik, karena mereka sangat rentan dan terbuka peluang bagi praktik suap dan penyalahgunaan wewenang.

Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan dan advokat. Problem dalam penegakan hukum meliputi hal:

 1. Problem pembuatan peraturan perundang-undangan.

2. Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan.

3. Uang mewarnai penegakan hukum.

4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif dan ewuh pekewuh.

5. Lemahnya sumber daya manusia.

6. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.

7. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.

Problem tersebut di atas memerlukan pemecahan atau solusi, dan negara yang dalam hal

ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memperbaiki kinerja aparat penegak hukum dengan anggaran yang cukup memadai, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi seluruh anggota masyarakat.

Apabila melihat keadaan Indonesia saat ini, maka konsep penegakan hukum lebih banyak diletakkan pada hukum yang sangat prosedural. Sehingga kalau orang yang tidak mampu membeli prosedur formal itu maka akan banyak yang menjadi korban. Sebagai contoh orang yang mencopet dompet yang isinya hanya 1.000.000 kalau tertangkap maka akan dihajar, diadili, dan dihukum. Karena memang formalitasnya demikian dalam KUHPidana. Padahal seseorang tersebut tidak akan mampu untuk membayar hakim, jaksa, dan pengacara. Lain halnya dengan orang yang korupsi secara besar-besaran, karena dia mampu membayar lawyer yang pandai berkelit, mampu membeli media masa untuk mengarahkan opini, maka seseorang tersebut akan selamat dan bahkan hukuman yang dijatuhkan padanya sangat ringan sehingga terasa tidak adil. Tentu hal ini yang mengharuskan pihak berwajib untuk dapat membangkitkan dan memasyarakatkan kembali adanya konsep keadilan dalam memutus perkara. Khususnya bagi para aparat penegak hukum agar bertindak sama di muka hukum dan tidak membedakan antara rakyat kecil dengan penguasa.

Seringkali terdengar bahwa para penegak hukum menginginkan hukum berlaku pada semua orang tanpa pandang bulu. Namun, ketika para penguasa, pejabat, atau elit politik negeri ini tersandung kasus hukum, penegak hukum begitu gamang dan proses pemeriksaanya begitu lama. Bahkan, banyak vonis yang dijatuhkan dengan vonis bebas. Disamping itu para penegak hukum juga sering mengeluarkan statement dengan mengatakan bahwa mereka menginginkan peradilan terbebas dari praktik-praktik mafia peradilan. Namun, dalam kenyataannya sangat banyak para penegak hukum terlibat dalam praktik mafia peradilan tersebut. Tentu hal ini yang membuat masyarakat tidak mendapatkan kepastian hukum.

Dalam hal penegakan hukum khususnya di Indonesia, ada beberapa fakta yang menandai kondisi gagalnya proses penegakan hukum di Indonesia. Pertama, ketidakmandirian hukum, kedua, integritas penegak hukum yang buruk, ketiga, kondisi masyarakat yang rapuh dan sedang mengalami pseudoreformatie syndrome, dan keempat, pertumbuhan hukum yang mandek. Secara konkret kegegalan penegakan hukum di Indonesia bersumber dari substansi peraturan perundang-undangan yang tidak berkeadilan, aparat penegak hukum yang korup, dan budaya masyarakat yang buruk, dan lemahnya kelembagaan hukum Indonesia.

Semua itu tercermin dari wajah hukum di Indonesia yang lebih banyak bersifat represitoris, tidak antisipatoris sehingga kadang-kadang peraturan perundang-undangan yang dibuat sering

tidak mencerminkan kondisi masyarakat secara utuh. Ini disebabkan karena banyaknya peraturan yang dibuat tetapi tidak mementingkan adanya keadilan bagi masyarakat.

Oleh karena itu dalam berbagai hal aparat penegak hukum, terutama yang bergelut di pengadilan, dituntut untuk memiliki keberaniana moral. Pengadilan harus secara mandiri menyuarakan kebenaran dan keadilan. Peradilan diharuskan untuk dapat bertindak obyektif serta berprilaku adil dan benar. Jika tidak demikian, lambat laun tanpa disadari, akan menimbulkan kerusakan yang menyakitkan bagi semua kalangan.

2. Dampak Perkembangan Politik Hukum Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia

Politik dipahami sebagai seperangkat makna atau nilai serta pilihan-pilihan yang diambil dari masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan masyarakat. Politik juga dipahami sebagai proses resolusi atas problem kolektif untuk memenuhi kebijakan kolektif dalam kehidupan sosial masyarakat terkait dengan nilai serta pilihan bagi masyarakat dalam mencapai suatu tujuan. Isbar menjelaskan bahwa politik merupakan persoalan yang terkait dengan ragam perbedaan kehidupan antara pemimpin dan rakyat yang orientasinya diarahkan pada perbaikan kekuasaan. Politik juga terkait untuk membumikan cita-cita dan ajaran-ajaran moral, sebagai institusi pemaksa bagi pelaksanaan perintah dan ajaran moral. Nilai dalam politik sebagai kerangka acuan untuk memfungsikan nilai agama dalam tatanan masyarakat. Nilai dalam politik tidak dapat dipisahkan dari ideologi yang menjadi sumber nilai dan citacita yang diaktualisasikan melalui lembaga politik atau organisasi kelompok tertentu.

Dalam ilmu hukum hal mengenai politik lebih dikenal dengan politik hukum. Politik hukum merupakan kebijakan dasar penyelenggara kebijakan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Politik hukum suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini sesuai dengan latar belakang sejarah, pandangan hidup, sosial budaya dan political will dari masing masing Negara.

Pada Negara hukum modern yang dapat memberi sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum adalah penguasa. Sebab, penegakan hukum adalah monopoli penguasa. Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum. Seringkali dikatakan bahwa hukum ada karena kekuasaan yang sah. Dalam sejarah dijumpai hukum yang tidak bersumber pada kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang menurut hukum yang berlaku sesungguhanya tidak berwenang. Pada hakikatnya hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan yang mengusahakan ketertiban, bukan sebaliknya hukum dijadikan sarana dalam merebut kekuasaan dengan menggunakan cara-cara yang merugikan masyarakat dan Negara.

Di dalam suatu sistem politik yang kontrol sosialnya dilakukan melalui hukum, setiap aktivitas akan diupayakan sesuai dengan hubungan kemanusiaan melalui sarana yang spesifik dengan menghindari pertentangan yang tidak perlu. Apabila pemerintahan didasarkan atas kekuasaan, pemerintahan demikian akan cenderung akan meningkatkan ketegangan dalam bidang politik dan secara sosial akan menimbulkan suatu keadaan yang represif. Sedangkan. apabila pemerintahan didasarkan pada hukum, pemerintahan semacam itu justru akan cenderung meredakan ketegangan. Oleh karena itulah untuk dapat mencegah terjadinya struktur kekuasaan yang bersifat menindas dikembangkanlah sistem hukum yang menyeimbangkan kekuasaan dengan cara distribusi hak dan privilese di Antara individu dan kelompok.

Hukum adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, meliputi banyak aspek, dimensi dan fase. Pembentukan hukum melalui UU bertujuan untuk pemositifan perlindungan hak asasi manusia yang menjadi esensi negara hukum. Perlindungan ini tentu mensyaratkan mekanisme kontrol sebagai bagian dari kepentingan hukum masyarakat. Baik kontrol sosial, kontrol yuridis maupun kontrol politik. Melalui hukum, kepentingan ini diintegrasikan agar perlindungan hak-hak subyektif masyarakat tidak dikurangi. Kepentingan hukum dilakukan dengan memberi akses seluas-luasnya bagi masyarakat dalam mencari keadilan. Hukum melindungi kepentingan masyarakat dengan mengalokasikan kekuasaan kepada hukum itu sendiri untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Alokasi kekuasaan ini dilakukan secara terukur. Ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan itulah yang disebut hak. Dengan demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak. Hanya kekuasaan tertentu saja yang diberikan hukum kepada seseorang atau lembaga penegak hukum.

Berpijak dari pemikiran di atas, adalah keharusan bagi negara pada saat merumuskan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan harus senantiasa memperhatikan aspek kepastian hukum dan perlindungan hak warganegara. Karena apabila hukum dan kekuasaan tidak di kontrol maka akan berdampak pada semua aspek hukum terkait, tidak menutup kemungkinan dalam hal penegakan hukumpun akan muncul berbagai kepentingan-kepentingan dari para penguasa untuk dapat berbuat yang tidak semestinya dalam hal penegakan hukum. Hal ini akan menimbulkan ketimpangan dan ketidak adilan dalam system penegakan hukum.

Oleh karena itu dampak dari adanya politik hukum dalam system penegakan hukum di Indonesia, hingga saat ini masih banyak dipengaruhi oleh adanya campur tangan dan kepentingan-kepentingan dari para elit politik. Dimana, mereka dengan seenaknya mempergunakan kekuasaan mereka untuk dapat keluar dari jerat hukum, tentu hal ini juga menjadi salah satu pembelajaran bagi para penegak hukum agar nantinya tidak terpengaruh dan tidak terbuai dengan adanya bisikan-bisikan yang mengajak pada penyelewengan- penyelewengan hukum khususnya terkait dengan penegakan hukum

3. Eksitensi Politik Hukum Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia

1. Perkembangan Politik Hukum di Indonesia

Politik berasal dari Bahasa Arab disebut siyasah, yang selanjutnya kata ini diterjemahkan menjadi siasat. Asal mula kata politik itu dari kata polis, yang berarti Negara kota, kata politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama di dalam kota tersebut, dalam hubungan itu timbul aturan kewenangan, perilaku pejabat, legalitas kekuasaan, dan akhirnya kekuasaan. Politik dapat juga dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional serta kekuasaan massa rakyat.

Istilah politik pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politeia, yang juga dikenal dengan republic, kemudian muncul karya Aristoteles yang berjudul Politeia. Kedua karya ini dipandang sebagai pangkal pemikiran yang berkembang saat ini dan dari karya tersebut dapatdiketahui bahwa politik merupakan istilah yang digunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, sebab yang dibahasa dalam kedua karya tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan masalah pemerintahan yang dijalankan oleh sebuah rezim untuk terwujudnya masyarakat yang baik dalam sebuah Negara.

Konsep-konsep hukum yang berkembang dewasa ini merupakan kelanjutan dari hukum yang didasarkan pada kekuasaan politik yang sentral. Soetandyo melihat pergeseran ini dalam tiga tahapan, yaitu pada saat hukum disandarkan pada moralitas yang terjadi sebelum terjadinya penjajahan, kemudian terjadi transformasi pada masa kolonial, dan terakhir pada masa kemerdekaan dimana hukum kolonial inilah yang kemudian dikembangkan dan diajarkan di sekolah-sekolah hukum.1 maka terjadilah seperti apa yang diungkapkan Satjipto Rahardjo:

“…sistem lama, yang notabene adalah liberal itu, telah menimbulkan “penyakitpenyakit” sendiri, seperti juga telah banyak dikritik di Amerika Serikat. Di Indonesia, dalam konteks pemberantasan korupsi, sering dikatakan, bahwa pengadilan telah menjadi tempat perlindungan yang aman (safe heaven) bagi para koruptor.

Dalam memandang atau berpendapat tentang hukum (baik sebagai ilmu maupun sebagai praktek), kita melihat pada citra yang ada dan dibangun oleh hukum (baik sebagai lembaga maupun pranata). Realitas yang ada tentang hukum mempresentasikan produk atau jasa dilakukan oleh lembaga penegak hukum selama ini, dan citra lebih memproyeksikan value dari prestasi atau kegagalan tersebut. Sayang sekali kondisi hukum Indonesia dicitrakan dengan isilah kebusukan hukum. Citra yang demikian tersebut tidak salah karena kondisi hukum kita memang dalam keadaaan kritis dan parah.

Hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang bersifat kendalikan, mencegah, mengikat, memaksa. Dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.

Politik hukum seperti yang diungkapkan oleh Sacipto Rahardjo ialah adalah studi hukum yang diarahkan pada iusconstituendo (hukum yang harus berlaku) dan merupakan bagian substansial ilmu perundang-undangan (Maryanto). Politik hukum membahas mengenai bagaimana perubahan yang harus dilakukan dalam hukum yang berlaku agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, membahas proses pembentukan iusconstituendum dari iusconstitutum dalam menghadapi perubahan kehidupan masyarakat, serta produk perubahan hukum yang dihasilkan yang menetapkan kerangka dan arah perkembangan hukum. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari Utrech dinyatakan bahwa politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai dengan kenyataan sosial. Boleh dikatakan, politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha melenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara posivitas dan realitas sosial. Politik hukum membuat suatu iusconstituendum (hukum yang akan berlaku), dan berusaha agar iusconstituendum itu pada hari kemudian berlaku sebagai iusconstitum. Dengan urgensi dari politik hukum tentunya ini sangat diharapkan dalam perkembangan produk-produk perundangan-undangan agar lebih sensitif terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Produk hukum dijadikan pedoman pengaturan semua aspek kehidupan baik politik, sosial, budaya, keamanan maupun dalam bidang ekonomi. Tentunya dengan acuan yang baik dari peraturan perundang-undangan diharapkan dapat mengatasi masalah atupun dikotomi yang dialami oleh masyarakat.

Sehingga politik hukum ini harus melihat fenomena adanya perubahan yang terjadi di masyarakat. Menurut Himes dan Moore perubahan sosial mempunyai tiga dimensi yaitu : dimensi struktural, dimensi kultural dan dimensi interaksional. Dimensi struktural meliputi adanya perubahan aspek perilaku dan kekuasaan, peningkatan maupun penurunan sejumlah peranan atau pengkategorian peranan, maupun perubahan tipe dan daya guna fungsi sosial. Dalam dimensi kultural yang disoroti adalah adanya perubahan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan dimensi interaksional lebih dititik beratkan pada perubahan hubungan sosial dalam masyarakat. Perubahan sosial memang menjadi perhatian penting dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam kegiatan kekuasaan yaitu berkaitan dengan proses legislasi. Jangan sampai kekuasaan ini hanya digunakan untuk kepentingan para elit politik atau untuk melegitimasikan kekuasaan dari penguasa, sementara itu upaya demokrasi yang terus digaungkan di negara kita akan menjadi suatu keniscayaan. Oleh karena itu, dalam mengkaji tentang politik hukum perlu mengulas tentang masalah yang aktual.

Jadi, pokok bahasan dalam ilmu politik ialah Negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian kekuasaan (distribution of power), dan alokasi (allocation) hasil-hasil pembangunan.

Politik hukum baru berkembang di Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 (versi Indonesia). Adapun syarat untuk membuat atau membentuk politik hukum sendiri bagi suatu Negara ialah:

1. Negara tersebut Negara merdeka.

2. Negara tersebut mempunyai kedaulatan keluar dan kedalama di mana kedaulatan keluar,

Negara lain mengakui bahwa Negara kita merdeka. Sedangkan kedaulatan ke dalam, kedaulatan Negara diakui oleh seluruh warga Negara.

Adapun yang menjadi sumber-sumber hukum bagi politik yaitu, konstitusi, kebijakan

tertulis (Undang-undang), dan kebijakan tidak tertulis. Politik hukum di Indonesia dicantumkan dalam, pertama, konstitusi yang merupakan garis besar dalam politik hukum. Kedua, Undang- undang termasuk dalam ketentuan yang berlaku. Ketiga, adanya kebijaksanaan sebagai pelengkap pemersatu. Keempat, adat dapat berupa nilai. Kelima, GBHN berupa program. Keenam, hukum Islam dapat berupa nilai.

Politik hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila, menghendaki berkembangnya kehidupan beragama dan hukum agama dalam kehidupan hukum nasional. Terdapat beberapa arah politik hukum tentang pemberlakukan hukum nasional, yaitu asas konkordansi yang memberlakukan hukum barat ke dalam hukum nasional. Pada dasarnya politik hukum mengarah pada kepentingan bangsa yang lebih besar, yaitu terwujudnya keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia yang berdasrkan Pancasila dan UUD 1945.282. Eksistensi Politik Hukum dalam Sistem Penegakan Hukum di Indonesia

Manusia sebagai makhluk sosial hanya dapat mewujudkan kehidupannya dalam kebersamaan dengan orang lain dengan menjamin kehidupan bersama serta memberi tempat bagi orang perorangan dan kelompok untuk mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Untuk itu diperlukan adanya hukum yang mengatur sehingga konflik kepentingan dapat dicegah, dan tidak menjadi konflik terbuka, yang semata-mata diselesaikan atas dasar kekuatan atau kelemahan pihak-pihak yang terlibat. Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai-nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar Pancasila itu adalah dijadikannya Pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Dimana Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fundamental Negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.

Politik hukum adalah salah satu kebiijakan yang diambil atau ditempuh oleh Negara melalui lembaga Negara atau pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkan hukum mana yang perlu diatur, agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan Negara dan pemerintah dapat berjalan dengan baik dan tertib sehingga tujuan Negara secara bertahap dapat terencana dan terwujud. Politik hukum juga bersumber dari hukum nasional, dimana dengan adanya keterkaitan antara keduanya diharapkan pihak berwenang dapat menjamin tegaknya supremasi hukum manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran.

Berdasarkan konsep politik hukum di atas, maka sebagaimana pemikiran hukum dan kekuasaan (Right and Might) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam Konsep Hukum Dinamis terkait dengan Tata Hukum:

“The efficacy of law belongs to the realm of relity and is often called the power of law. Thought lawa cannot exist without power, still law and power, right and might, are not the same. Law is, according to the theory here presented, a specific order or organization of power”.

Dalam pemikiran tersebut Kelsen memberikan gambaran bahwa antara pemikiran hukum dan kekuasaan, bagaimanapun juga tidak bisa disamakan. Karena Antara keduanya memiliki ranah yang berbeda. Oleh karena itu keterkaitan politik hukum dengan adanya kekuasaan maka memang sangat berpengaruh dan bahkan dalam sistem penegakan hukum sekalipun yang identik dengan adanya pengaruh dari pihak yang memiliki kepentingan dalam hal ini ialah kepentingan-kepentingan politik atau para pihak yang memiliki kekuasaan.

Peran politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, maka mengacu pada tujuan hukum itu sendiri apa. Ketika para aparat penegak hukum telah mengetahui tujuan dari hukum, kemudian diterapkan dalam melakukan penyelesaian kasus, maka terkait dengan adanya penyelewengan-penyelewengan serta kepentingan-kepentingan pihak lain kemungkinan besar akan terhindar, mengingat tujuan dari hukum pada dasarnya sebagai sarana penegak keadilan. Adapun secara lebih jelas tujuan hukum sebagai berikut:

1. Teori Etis, tujuan hukum adalah untuk mengakkan keadilan;

2. Teori Utilitas, tujuan hukum adalah untuk mewujudkan apa yang berfaedah atau berguna bagi orang lain

3. Teori Pengayoman, tujuan hukum adalah untuk memberikan pengayoman atau untuk mengayomi masyarakat dengan kata lain melindungi manusia dalam arti aktif (menciptakan kondisi aman pada masyarakat), dan pasif (mencegah tindakan sewenang-wenang).

Tujuan hukum Negara Republik Indonesia menurut hukum positif tertuang dalam

alinea keempat UUD 1945, dimana hukum mempertahankan perdamaian dan mengadakan keseimbangan antar masyarakat dan pihak penegak hukum. Sehingga pada intinya tujuan hukum adalah memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.31 Dalam UUD 1945 ini pula tercermin beberapa cita-cita luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila. Tujuan luhur tersebut dapat terwujud bila dijalankan oleh penyelenggara Negara yang berintegritas, berdedikasi, dan professional. Sebab penyelenggara Negara yang baik memang mempunyai peran penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

Namun dalam kenyataanya tujuan yang luhur tersebut seringkali di nodai oleh tindakan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan oleh penyelenggara Negara, sehingga memicu suburnya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) atau dengan kata lain adanya kepentingan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu, masyarakatpun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan Negara, sehingga peluang terjadinya KKN dalam penyelenggaraan Negara terbuka dengan lebat.

Menurut Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penegakan hukum sebagai suatu proses, yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah- kaidah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, yaitu:

1. Hukumnya sendiri, dibatasi pada undang-undang saja

2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

5. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam

pergaulan hidup.

Seringkali terdengar hukum itu tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, karena

para penegak hukum khususnya hakim pada umumnya hanya menginginkan terciptanya penegakan hukum atau kepastian hukum dengan mengesampingkan atau mengabaikan rasa keadilan. Model hakim di atas, dapat merusak sendi-sendi dan nilai penegakan hukum yang berkeadilan oleh karenanya saat ini sangat dibutuhkan adanya hakim yang visioner dan progresif untuk mengatasi kebuntuan penegakan hukum yang berkeadilan. Di satu sisi hukum harus ditegakkan, tetapi di lain pihak keadilan pun harus ditegakkan. Penegakan hukum itu merupakan jembatan atau pintu masuk untuk mencapai tujuan keadilan. Jika keadilan itu sudah ditegakkan tanpa adanya gejolak masyarakat, maka dapat dipastikan penegakan hukum dengan keadilan telah terwujud, namun apabila sebaliknya tidak ditegakkan dengan keadilan maka penegakan hukum tersebut dapat dikatakan semu. Oleh karena itu hakim dalam memutus suatu perkara diharapkan harus tegas dan profesional dengan mengesampingkan adanya kepentingan- kepentingan politik dari kalangan-kalangan elit politik.

Di sisi lain, terkait dengan kekuatan seorang hakim dalam memutus perkara Hans Kelsen mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Gray, yaitu:

Gray himself says: “Is the power of the judges then absolute? Not so, the judges are but organs of the state, they have only such power as the organization of the states gives them. Gray thinks that “what the organization is determined by the wills of the real rulers of the state. If organization of the state were actually the will of unknown and undiscoverable individuals, then the organization of the state itself would be unknown and undiscoverable. But the organization of the sate is actually known. It is the “valid”, and that means also the efficacious, constitution, it is the valid norms created on the basis of the constitution and that means the system of norms which, on the whole, is efficacious.35

Konsep pemikiran Gray yang dikemukakan oleh Kelsen tersebut berkaitan dengan tugas seorang hakim serta kedudukannya dalam Negara. Jadi, dalam pendapatnya dikatakan bahwa seorang hakim tidak memiliki kekuatan mutlak. Karena yang menentukan segalanya bersumber dari kekuasaan Negara. Kekuatan dalam memutus perkara yang ada pada hakim hanyalah sebatas apa yang telah diberikan oleh organisasi Negara. Gray mengatakan, “organisasi itu ditentukan oleh kemauan penguasa Negara.” lebih jauh Gray menjelaskan bahwa dalam menentukan siapa yang dimaksud dengan penguasa sangatlah tidak mudah. Karena kondisi ini memang terpengaruh oleh kondisi validitas, kenyataan dari suatu konstitusi dan masyarakat politik.

Oleh karena itu, hakim dalam memutus perkara maka harus bertindak sesuai dengan ketentuan regulasi yang telah ditetapkan oleh Negara. Tentu hal ini tujuannya untuk menghindari adanya keterlibatan-keterlibatan dari pihak yang tidak berkompeten atau yang memiliki kepentingan-kepentingan politik. Adanya eksistensi politik hukum di Indonesia memang hingga saat ini masih banyak menuai pro kontra di kalangan masyarakat khususnya dalam hal Penegakan hukum. Penegakan Hukum di Indonesia seharusnya dilakukan dengan upaya penerapan norma-norma hukum secara nyata agar hukum dapat berfungsi dan ditegakkan sebagai pedoman perilaku dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, baik oleh masing-masing warga negara maupun aparat penegak hukum yang mempunyai tugas dan wewenang berdasarkan undang-undang. Hal ini sesuai dengan adagium yang dikemukakan oleh Cicero, yaitu “ubi societas ibi ius”, yang berarti “di mana ada masyarakat, di situ ada hukum”. Masyarakat tidak mungkin hidup tanpa hukum, karena norma-norma hukum itulah yang mengatur kehidupan manusia dalam bermasyarakat.

Ke depannya, untuk dapat mewujudkan penegakan hukum secara efektif, yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

1. Terkait struktur hukum: Reformasi internal lembaga penegak hukum harus dilakukan secara konsisten, profesional, dan berkelanjutan. Upaya pembenahan institusi hukum dari mafia

  peradilan mutlak dilaksanakan segera. Penegak hukum bersama-sama dengan hakim dan advokat harus dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sehingga mengakibatkan kepercayaan publik meningkat.

2. Terkait substansi hukum: Penyusunan dan pembentukan undang-undang dan perkembangan hukum kebiasaan harus serasi dengan kebutuhan masyarakat, harus objektifdan tidak mendiskriminasikan. Sistem hukum yang baik akan memaksa aparat penegak

hukum untuk bekerja dengan jujur, efektif, efisien dan berkualitas.

3. Terkait budaya hukum: kesadaran publik terhadap hukum (termasuk di dalamnya sikap anti-korupsi dan pelajaran budi pekerti) harus ditingkatkan, bahkan harus diajarkan sejak dini di dalam lingkup keluarga, termasuk bagaimana seorang warga negara memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dijalankan. Dari sisi pemerintah harus ada tindakan yang dapat menciptakan masyarakat yang taat (tunduk) terhadap hukum dan hormat kepada hukum (law abiding-society) bukan karena takut kepada penegak hukum tapi karena kesadaran diri sendiri. Pemerintah janganlah hanya fokus terhadap pembentukan undang-undang, tapi melupakan perbaikan budaya hukum masyarakatnya.

Pada intinya bahwa untuk menjaga eksistensi politik hukum dalam sistem penegakan di

 Indonesia, sangat diperlukan adanya keterbukaan dari para penegak hukum. Karena seringkali politik dan hukum menjadi umpan dalam penerapan sistem penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, seringkali timbul upaya-upaya yang menjadikan politik hukum dalam penegakan hukum menjadi diselewengkan. Artinya adanya aturan-aturan dalam sistem penegakan hukum justru hanya menjadi pajangan tanpa pernah dijalankan sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadikan eksistensi dari politik hukum dalam penegakan hukum di Indonesia menimbulkan pro dan kontra karena tidak dijalankan dengan aturan-aturan yang ada.

E.KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah pertama terkait dengan dampak dari berkembangnya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, ialah bahwasanya bahwa dengan terus berkembangnya politik hukum di Indonesia maka tentu hal ini akan membawa implikasi dalam berbagai lini kehidupan. Khususnya dalam hal penegakan hukum di Indonesia. Karena politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, hingga saat ini masih banyak dipengaruhi oleh adanya campur tangan dan kepentingan-kepentingan dari para elit politik. Dimana, mereka dengan seenaknya mempergunakan kekuasaan mereka untuk dapat keluar dari jerat hukum, tentu hal ini juga menjadi salah satu pembelajaran bagi para penegak hukum agar nantinya tidak terpengaruh dan tidak terbuai dengan adanya bisikan-bisikan yang mengajak pada penyelewengan-penyelewengan hukum khususnya terkait dengan penegakan hukum.

Berdasarkan rumusan masalah kedua terkait dengan eksistensi politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia adalah dalam penegakan hukum di Indonesia bagaimana nantinya para aparat penegak hukum dalam mengemban tugas dapat bertindak tegas dan tetap mengutamakan adanya keadilan. Dan tetap mengutamakan adanya keefektifan dalam mengemban tugas, dengan menjalankan hal-hal sebagai berikut: pertama, memperhatikan struktur hukum. Kedua, memperhatikan struktur hukum dan ketiga, tidak semata-mata mengacu pada budaya hukum yang ada di masyarakat saja.

Jadi terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari adanya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia ialah bahwa seringkali dalam melakukan penegakan hukum peran politik hukum tidak diterapkan dengan sebagaimana mestinya, dimana para penegak hukum justru mengutamakan, kepentingan-kepentingan dari para elit politik. Oleh karena itu sebaiknya dalam hal penegakan hukum para aparat penegak hukum tidak boleh memberikan perlakuan yang berbeda sekalipun dia adalah seorang pemangku kekuasaan, karena bagaimanapun juga setiap orang memiliki hak yang sama di mata hukum. Tidak seharusnya aparat penegak hukum menggabungkan kepentingan-kepentingan para elit politik untuk menegakkan hukum.

Sebaiknya dalam hal mempertahankan eksistensi dari berkembangnya politik hukum dengan sistem penegakan hukum di Indonesia, bahwa seharusnya peran politik hukum haruslah lebih mempertahankan dan mengutamakan adanya faktor-faktor, tujuan hukum dan lain sebagainya yang terkait dengan penegakan hukum. Agar nantinya eksistensi dari adanya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia tidak tercoreng dari adanya hal-hal di luar tujuan hukum. Khususnya yang timbul dari adanya penegakan hukum yang seringkali carut- marut akibat adanya KKN

Daftar Pustaka

Buku POLITIK HUKUM di INDONESIA penulis Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Merdi Hajiji “Relasi Hukum dan Politik Dalam Sistem Hukum Indonesia” vol 2 no 3 (2013)

Nafiatul Munawaroh, S.H., M.H “Mengenal Politik Hukum di Indonesia dan Contohnya” 26 jul 2022 https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-politik-hukum-di-indonesia-dan-contohnya-lt62dfa4ffde6ea/

SAC Universitas Pembangunan Panca Budi “Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia” 19 Jan 2012 https://sac.pancabudi.ac.id/news/read/pengaruh-politik-dalamb-pembentukan-hukum-di-indonesia

Muhamad Kahfi Humaeni

41033300221107

Fakultas Hukum Universitas Islam Nusantara

E-mail: muhamadkhapi196@gmail.com

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *